Seiring dengan perkembangannya, PGRI telah menunjukan kiprah yang positif dalam kehidupan guru, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan anggotanya. Lahirnya Undang-undang Guru dan Dosen dan Tunjangan Profesi Guru (Sertifikasi Guru) adalah contoh riel dari perjuangan PGRI.
Terbentuknya Pengurus Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Cabang Kec. Tigaraksa merupakan amanat yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya. Untuk mewujudkan amanat tersebut kedalam karya bakti yang nyata, dan dapat menyentuh kebutuhan anggota, maka dibutuhkan pedoman/acuan kerja agar kinerja organisasi dapat berjalan secara optimal.
Pengurus PGRI Cabang Kecamatan Tigaraksa masa bakti 2009-2014 telah terbentuk sejak tanggal 19 Desember 2009. Itu artinya, organisasi telah berjalan selama satu tahun tanpa arah dan pedoman, karena sampai saat ini PGRI Kabupaten Tangerang belum menggelar Konkerkab. Hal itu jelas berinplikasi negatif pada perkembangan organisasi di bawah, yang dalam hal ini Organisasi Cabang. Jika merunut regulasi organisasi PGRI, Pengurus Provinsi belum boleh melaksanakan Rakerprov sebelum Rakernas dilaksanakan, dan Rakerkab belum boleh dilaksanakan sebelum Rakerprov terselenggara. Begitupun dengan Cabang. Pengurus Cabang tidak layak dan tidak patut melaksanakan Rakercab jika Pengurus Kabupaten belum menyelenggarakan Raker. Hal ini adalah regulasi atau Tata Tertib Organisasi yang harus dipatuhi oleh seluruh pengurus.
Belum terselenggaranya Rakerkab bukan tanpa alasan. Hal ini diakibatkan oleh besarnya “ujian” yang dihadapi oleh PGRI, salah satunya penghapusan Ditjen PMPTK. Hampir satu tahun konsentrasi PGRI dari tingkat pusat hingga daerah terkuras oleh keputusan tersebut. Karena bagaimanapun, PMPTK adalah wadah guru dalam pengembangan karirnya. Berbagai upaya dilakukan PGRI untuk mendesak pemerintah agar keputusan penghapusan Ditjen PMPTK dicabut.
Konferensi Kerja (Konker) adalah syarat mutlak bagi setiap pengurus untuk mengemban amanat anggota dalam memajukan roda organisasi. Tanpa Raker atau konker organisasi tak ubahnya seperti kapal tanpa nahkoda, “berjalan tanpa arah”. Setiap kegiatan yang terselenggara hanya bersifat inprovisasi. Namun pertanyaannya adalah “Apakah jika Pengurus Cabang menyelenggarakan konkercab menyalahi regulasi organisasi?”. Pertanyaan ini muncul dari anggota sendiri, dan munculnya pertanyaan tersebut patut mendapat apresiasi oleh pengurus, karena hal itu menunjukan empati dan kepedulian anggota terhadap organisasi. Guru tidak lagi bersipat skeptis atau apriori terhadap PGRI, hal itu ditunjukan dengan banyaknya respon positif, kritik dan saran yang masuk kepada pengurus cabang. Pengurus Cabang sebagai ujung tombak dari keberjalanan organisasi patut menindaklanjuti masukan-masukan tersebut kedalam karya dan kegiatan yang tentunya harus mengacu pada regulasi yang ada.
Berdasarkan uraian di atas, maka Pengurus PGRI Cabang Kec. Tigaraksa akan melaksanakan Rapat Kerja. Pengurus PGRI Cabang Kec. Tigaraksa tidak menggunakan istilah Konferensi Cabang (Konker), karena jika menggunakan istilah tersebut jelas menyalahi regulasi dan Tata Tertib organisasi, bahkan pada permasalahan yang lebih makro, Konkercab hanya dapat dilaksanakan dengan acuan Konkerkab. Karena pada hakikatnya salah satu fungsi cabang adalah pelaksana amanat konferensi Kabupaten.
Rapat Kerja ini dilaksanakan untuk menentukan jadwal kegiatan organisasi selama minimal satu tahun, dan melakukan pembinaan khususnya kepada pengurus harian dalam melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsinya masing-masing.
0 komentar:
Posting Komentar